mengenal rantai pasok global di industri pangan Indonesia
Krisna Gupta
17 September 2022
Sering dipanggil Imed
Full-time lecturer di Politeknik APP
Part-time lecturer di Universitas Indonesia
Master degree in economics UI/VU
PhD in economics di Australian National University
Associate researcher di Center for Indonesian Policy Studies.
Selengkapnya di imedkrisna.github.io
Iklim mengakibatkan tiap negara memiliki keunggulan yang berbeda-beda.
Tasks: design, assembly, marketing, aftersales.
GVC = made in the world!
Perusahaan yang mampu manage rantai pasok yang kompleks akan lebih kompetitif.
Negara yang memiliki kebijakan perdagangan yang pasti punya advantage
Perjanjian perdagangan adalah modal penting:input & market.
Ada dua cara berpartisipasi dalam rantai pasok global (Antras, 2020; World Bank, 2020).
Backward Participation: mengekspor barang/jasa yang memiliki nilai tambah impor. Misalnya ekspor ponsel dari Vietnam.
Forward Participation: mengekspor barang setengah jadi ke negara assembler, lalu diekspor kembali oleh negara tersebut dalam bentuk barang jadi.
Bagaimana dengan partisipasi industri makanan Indonesia?
Ditemukan bahwa hanya impor bahan baku \(\Rightarrow\) ekspor barang jadi yang memiliki hubungan yang kuat dan berkointegrasi.
1% pertumbuhan impor bahan baku berkorelasi dengan 0.96% pertumbuhan ekspor barang jadi, sejalan dengan Pane dan Patunru (2022).
Perlu diingat bahwa: (1) Pasar domestik Indonesia sangat besar; (2) hubungan yang belum tentu linear (misalnya, tembus pasar negara maju).
Rahardja & Varela (2015): foreign input berkorelasi dengan produk dengan kualitas lebih baik dan nilai tambah yang lebih besar.
Dapat lebih fokus ke memperkuat resep, standar mutu dan kesehatan, dan modernisasi proses produksi.
Perdagangan gandum dan kedelai cenderung lebih sederhana, dan produk turunannya cenderung lebih populer dan terjangkau.
Aturan produk lain cenderung lebih ketat:
Beberapa aturan ini makan waktu dan membebani secara biaya.
\(^1\) Pengalaman CPO dan lainnya: data yg baik itu susah dan tidak cukup
Pane, D. D., & Patunru, A. A. (2022). The role of imported inputs in firms’ productivity and exports: evidence from Indonesia. Review of World Economics. https://doi.org/10.1007/s10290-022-00476-z
Pesaran, M. H., Shin, Y., & Smith, R. J. (2001). Bounds Testing Approaches to the Analysis of Level Relationships. Journal of Applied Econometrics, 16(3), 289-326. http://www.jstor.org.virtual.anu.edu.au/stable/2678547
Rahardja, S. & Varela, G.J. (2015). The Role of Imported Intermediate Inputs in the Indonesian Economy. World Bank Policy Note 3
Scoppola, M. (2021). Globalisation in agriculture and food: the role of multinational enterprises. European Review of Agricultural Economics, 48(4), 741-784. https://doi.org/10.1093/erae/jbab032
Shrestha, M. B., & Bhatta, G. R. (2018). Selecting appropriate methodological framework for time series data analysis. The Journal of Finance and Data Science, 4(2), 71-89. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.jfds.2017.11.001
World Bank. (2020). World Development Report 2020 : Trading for Development in the Age of Global Value Chains. Washington, DC: World Bank.
Metode ARDL (Pesaran, Shin & Smith 2001; Shrestha & Bhatta, 2018) dilakukan untuk melihat hubungan dan kointegrasi antara growth ekspor bahan baku, ekspor barang jadi, impor bahan baku dan impor barang jadi.
Keempat variabel tersebut diklasifikasi menggunakan Broad Economic Category (BEC) Rev. 4 dan Harmonized System (HS) yang dikonkordansi dengan ISIC Rev.3 heading 10 dan 11.
HS yang diambil sebagian besar antara 01-24, dengan pengecualian 250100 (garam).
HS terkait sawit dikeluarkan dari analisis.