ECES905205 pertemuan 13
I Made Krisna Gupta
12 September 2022
To understand global imbalance, we need to understand how current account, exchange rate and monetary policy interacts.
Additionally, we want to note how income distribution and investment-boosting policy affects the global imbalance.
Later, we can learn that trade surplus may not equals to competitiveness, let alone welfare!
\[ Y=C+I+G+NX \]
\[ Y \uparrow =C+I+G+NX \uparrow \]
Namun persamaan tersebut aslinya adalah accounting identity / hubungan aritmatika, bukan hubungan fungsional / sebab akibat.
Benar bahwa setiap variabel punya hubungan fungsional masing-masing dan saling terkait, tapi tidak berarti naikin yg kanan akan berakibat pada naiknya yg kiri.
Ingat bahwa Y=kapasitas ekonomi untuk produksi dan konsumsi. Jika kapasitasnya tidak meningkat, maka kenaikan NX harus diambil dari variabel yg lain.
\[ Y=C\downarrow + I \downarrow + G \downarrow= NX \uparrow \]
Naiknya NX tanpa diimbangi peningkatan Y akan mengambil porsi Y yang digunakan untuk:
konsumsi domestik (C dan/atau G), atau;
domestic saving (saving ke luar negeri).
Artinya, mendorong NX naik berpotensi mengurangi welfare!
Sebaliknya, jika kita fokus ke mendorong \(Y\) lewat kebijakan pro bisnis, misalnya, maka naiknya \(Y\) bisa saja terdistribusi ke naiknya konsumsi domestik, belum tentu ke peningkatan NX!
Peran trade scr teori untuk menaikkan \(Y\) melalui efisiensi sumber daya:
Secara teori akan mendorong Y.
NX belum tentu naik: ekspor naik bisa jadi diimbangi impor yang juga naik.
Domestic consumption akan naik juga.
Di pertemuan sebelum UTS, kita sudah bahas bahwa kebijakan perdagangan sangat mempengaruhi income distribution:
di specific factor model, land owner dan capital owner terpengaruh.
di HO model, pemilik factor yg abundant lebih diuntungkan dari trade.
Kebijakan makro juga sangat berpengaruh: dalam hal ini XR dan interest rate.
Reminder: interest rate naik \(\rightarrow\) XR terapresiasi, inflasi berkurang.
Interest rate tinggi menguntungkan pemilik aset (savers), merugikan pemilik liabilitas (borrowers).
Siapa savers: pemilik usaha (terutama eksportir), pemilik saham, generally orang kaya (punya banyak disposable income buat ditabung).
Siapa borrowers: orang yang gajinya kecil, penyicil KPR, tapi juga pemilik usaha yang ekspansi.
Spekulan can be in both camps tergantung bet.
Exchange rate yang tinggi menguntungkan net eksportir dan pemilik utang dollar, merugikan net-importir dan konsumen.
Siapa net-exportir: firms yang savingnya besar, professional bergaji dolar (generally orang berada), diaspora & TKI.
siapa borrower dolar: biasanya perusahaan besar, negara, BUMN karya.
Siapa net-importir: masyarakat pada umumnya, pekerja (bahkan di industri ekspor).
kebijakan-kebijakan pendorong supply (subsidi, tax cut, relaxed labor restriction) berpotensi mendorong income distribution ke arah producers, ceteris paribus.
::: {.fragment}
Semakin besar share pendapatan firms relative to labor, semakin mungkin sebuah negara jadi net-eksportir.
firms berprofit besar lebih mungkin saving daripada masyarakat / pegawai.
jika profitnya dibagi-bagikan ke pegawai, kemungkinan \(C\uparrow\) lebih tinggi.
Ingat, jika tidak ada perubahan fundamental di sisi supply, NX yg naik bisa terjadi karena warga biasa tidak sanggup beli (C turun)!
- ingat kasus minyak goreng.
Temuan dari Dao and Maggi (2018) dari large, non-financial firms:
Firms di negara maju berubah dari net-borrowers jadi net-savers, mostly di negara CA surplus.
these firms invest less, profit more, operate in low tax countries (tax havens).
duitnya cukup untuk bikin financial firms sendiri.
Bagaimana dengan Indonesia?
exporting firms yg tidak butuh invest & labornya murah bisa jadi sama perilakunya.
Bisa jadi judul thesis!
Ekonom jadul mengajarkan dampak CA \(\rightarrow\) XR: CA surplus \(\rightarrow\) XR apresiasi.
Zaman sekarang, flow of funds (FA) jauh lebih cepat dari flow of goods & services (CA)!
demand & supply of money karena pasar uang (interest rate) akan duluan ngaruh ke XR!
FA \(\rightarrow\) XR \(\rightarrow\) CA, bukan CA \(\rightarrow\) XR!
Shortermism in corporate control & in investment strategy.
Increasing share buyback & dividends.
Increasing importance of the stock market & other external financing.
Increasing importance of financial activities by non-financial firms, including stock buybacks.
Increasing size of financial sectors & institutional investors.
Chang and Andreoni (2020) on profit-investment nexus:
mid 1800s-1920s: reinvesting profits & restructuring (mergers) to improve scale & pursue more profit by
1980s: downsizing & distributing: emerged from shortermism from “shareholder value ideology”.
leads to less investment on capital & labor, less share for labor, more for shareholders & CEOs!
The movement of financial market gets more & more important in shaping trade and firm competitiveness!
Makin sulit mengatakan bahwa ekspor suatu negara menandakan keunggulan kompetitif:
Negara yang secara konstan undervalue currency-nya akan otomatis tinggi ekspornya.
Negara yang mengurangi konsumsi domestik (melalui kebijakan supply-driven) akan tinggi ekspornya.
Ekspor ini diserap oleh negara dengan kebijakan demand-driven dan loose monetary supply (UK, Aus, USA).
Tidak berarti pemerintah harus berdiam diri, namun analisis trade & industri jadi harus lebih holistik.
Seiring Indonesia meningkatkan kebijakan demand-driven (subsidi konsumen, universal healthcare), wajar jika NX \(\downarrow\).
Indonesia adalah investing country. CAD in short term adalah hal yang wajar (Gupta, Gretton & Patunru 2022).
True impact of trade should be reflected from economic growth in general, not only NX!