Melihat neraca pembayaran dan neraca perdagangan Indonesia menggunakan data World Bank dengan Python
Pasar financial Indonesia sering dikatakan masih dangkal dan sederhana. Perbankan masih memainkan peranan yang sangat penting dan proporsi consumer banking-nya masih tinggi. Karena itu, peran investasi asing menjadi semakin penting bagi program-program Pemerintah Indonesia. Pembangunan infrastruktur dan penyamaan harga bensin dibiayai dengan utang BUMN. Pemerintah juga sering menyampaikan pentingnya Penanaman Modal Asing (PMA) untuk meningkatkan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi. Peningkatan investasi asing tentu saja akan memberi tekanan ke neraca pembayaran.
Menariknya, mengurangi defisit neraca pembayaran juga adalah program pemerintah. Menjaga neraca pembayaran mungkin penting untuk menjaga stabilitas, tapi dapat mengekang pertumbuhan ekonomi. Di blog ini, saya mencoba melihat neraca pembayaran Indonesia. Visualisasi di blog ini akan menggunakan seaborn dan World Bank’s API manager, wbdata
. Saya belajar dari Abdul Baqi’s blog dan World Bank’s blog dan documentation.
Menggunakan wbdata
Install dengan:
pip install -U wbdata
Jangan lupa diimpor, dan mengecek isi databases di World Bank databank:
import wbdata as wb
wb.get_source()
id name
---- --------------------------------------------------------------------
1 Doing Business
2 World Development Indicators
3 Worldwide Governance Indicators
5 Subnational Malnutrition Database
6 International Debt Statistics
11 Africa Development Indicators
12 Education Statistics
13 Enterprise Surveys
14 Gender Statistics
15 Global Economic Monitor
16 Health Nutrition and Population Statistics
18 IDA Results Measurement System
19 Millennium Development Goals
20 Quarterly Public Sector Debt
22 Quarterly External Debt Statistics SDDS
23 Quarterly External Debt Statistics GDDS
24 Poverty and Equity
25 Jobs
27 Global Economic Prospects
28 Global Financial Inclusion
29 The Atlas of Social Protection: Indicators of Resilience and Equity
30 Exporter Dynamics Database – Indicators at Country-Year Level
31 Country Policy and Institutional Assessment
32 Global Financial Development
33 G20 Financial Inclusion Indicators
34 Global Partnership for Education
35 Sustainable Energy for All
36 Statistical Capacity Indicators
37 LAC Equity Lab
38 Subnational Poverty
39 Health Nutrition and Population Statistics by Wealth Quintile
40 Population estimates and projections
41 Country Partnership Strategy for India (FY2013 - 17)
43 Adjusted Net Savings
44 Readiness for Investment in Sustainable Energy
45 Indonesia Database for Policy and Economic Research
46 Sustainable Development Goals
50 Subnational Population
54 Joint External Debt Hub
57 WDI Database Archives
58 Universal Health Coverage
59 Wealth Accounts
60 Economic Fitness
61 PPPs Regulatory Quality
62 International Comparison Program (ICP) 2011
63 Human Capital Index
64 Worldwide Bureaucracy Indicators
65 Health Equity and Financial Protection Indicators
66 Logistics Performance Index
67 PEFA 2011
68 PEFA 2016
69 Global Financial Inclusion and Consumer Protection Survey
70 Economic Fitness 2
71 International Comparison Program (ICP) 2005
72 PEFA_Test
73 Global Financial Inclusion and Consumer Protection Survey (Internal)
75 Environment, Social and Governance (ESG) Data
76 Remittance Prices Worldwide (Sending Countries)
77 Remittance Prices Worldwide (Receiving Countries)
78 ICP 2017
79 PEFA_GRPFM
80 Gender Disaggregated Labor Database (GDLD)
81 International Debt Statistics: DSSI
Ada banyak ya, Tapi kita cuma butuh World Development Indicators (WDI), yaitu nomer 2 di list di atas. Sekarang, coba kita cari neraca pembayaran di database tersebut:
wb.search_indicators('current account balance',source=2)
id name
----------------- ------------------------------------------
BN.CAB.XOKA.CD Current account balance (BoP, current US$)
BN.CAB.XOKA.GD.ZS Current account balance (% of GDP)
Saya akan pakai yang proporsional dengan PDB. Saya akan tarik data dari World Bank hanya untuk Indonesia di tahun 1981 sampai 2019. Jangan lupa untuk membuat tuple untuk membatasi tahun yang kita sedot.
import pandas as pd
import datetime
tanggal=(datetime.datetime(1981,1,1), datetime.datetime(2019,1,1))
a=wb.get_dataframe({"BN.CAB.XOKA.GD.zS" : "Current account balance (% of GDP)"}, country=["IDN"], data_date=tanggal, convert_date=True, keep_levels=True)
a=a.reset_index()
a.head()
country | date | Current account balance (% of GDP) | |
---|---|---|---|
0 | Indonesia | 2019-01-01 | -2.714101 |
1 | Indonesia | 2018-01-01 | -2.939161 |
2 | Indonesia | 2017-01-01 | -1.594657 |
3 | Indonesia | 2016-01-01 | -1.819151 |
4 | Indonesia | 2015-01-01 | -2.035042 |
Let’s visualize it with seaborn
import seaborn as sns; sns.set()
import matplotlib.pyplot as plt
plt.figure(figsize=(13.5,8))
graph1=sns.lineplot(x="date", y="Current account balance (% of GDP)",data=a)
graph1.axhline(0, color='black')
graph1.axvline(datetime.datetime(1998,1,1), color='red')
graph1.text(datetime.datetime(1999,1,1),-6, "Asian Financial Crisis",color='red',size='x-large')
plt.show()
Grafik di atas menampilkan current account Indonesia. Indonesia mengalami defisit current account (CAD) sejak jatuhnya harga minyak dunia di awal tahun 1980-an. Pemerintah berusaha menarik investasi asing dengan liberalisasi financial di tahun ini untuk diversifikasi ekonomi dari minyak. Defisit ini terus terjadi sampai krisis finansial di 1998. Memang meningkatkan dana asing di neraca dapat meningkatkan risiko apabila pinjaman tersebut tidak digunakan dengan efisien. Investasi yang tidak produktif tidak menghasilkan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Bayangkan jika anda ngutang untuk beli handphone bukannya bikin pabrik. Atau kalau bikin pabrik, pengelolaannya jelek sehingga rugi terus. Fenomena ini mungkin yang menyebabkan kita sangat anti terhadap defisit current account: krisis 98 masih menghantui para pembuat kebijakan.
Sejak krisis, current account Indonesia selalu positif. Namun pada 2011, defisit kembali terjadi sampai hari ini. Sentimen anti-impor pun kembali, dan Pemerintah Indonesia bereaksi dengan meningkatkan Non-Tariff Measures (NTMs). Menurut publikasi ERIA, NTMs bertambah banyak hampir 30% di antara 2015 sampai 2018.
Apa penyebab CAD?
Lucunya, neraca perdagangan (export - import) Indonesia biasanya positif. Penyebab defisit ternyata adalah dari negative net primary income. Ini adalah akun yang berisi (mostly) pembayaran bunga utang ke luar negeri. Dengan kata lain, investasi yang masuk selama ini sebagian besar digunakan untuk membayar bunga utang sebelumnya, bukan untuk meningkatkan impor. Hal ini tidak masalah jika Indonesia dapat bertumbuh dengan cepat, dengan rate lebih tinggi daripada bunga utang. Sayangnya, Ekonom Faisal Basri berulang kali mengatakan bahwa investasi Indonesia tidak produktif dan tidak efisien.
Artinya, perdagangan seharusnya bukan problem di sini. Tapi bisa saja kita offset dengan meningkatkan expor atau menurunkan impor.
b=wb.get_dataframe({"BN.GSR.FCTY.CD" : "Net Primary Account (Current USD)"}, country=["IDN"], data_date=tanggal, convert_date=True, keep_levels=True)
b=b.reset_index()
b.head()
c=wb.get_dataframe({"BN.GSR.MRCH.CD" : "Net Trade in goods (Current USD)"}, country=["IDN"], data_date=tanggal, convert_date=True, keep_levels=True)
c=c.reset_index()
b["Net Trade in goods (Current USD)"]=c["Net Trade in goods (Current USD)"]/1000000
b["Net Primary Account (Current USD)"]=b["Net Primary Account (Current USD)"]/1000000
b=b.set_index('date')
del b['country']
plt.figure(figsize=(13.5,8))
graph2=sns.lineplot(data=b)
graph2.axhline(color='black')
graph2.set(ylabel='Juta USD',xlabel='Tahun')
plt.show()
Menaikan ekspor atau menurunkan impor?
Menurut grafik di bawah ini, ekspor dan impor Indonesia nampak jalan secara beriringan.
b=wb.get_dataframe({"BX.GSR.MRCH.CD" : "Goods Export (Current USD)"}, country=["IDN"], data_date=tanggal, convert_date=True, keep_levels=True)
b=b.reset_index()
b.head()
c=wb.get_dataframe({"BM.GSR.MRCH.CD" : "Goods Import (Current USD)"}, country=["IDN"], data_date=tanggal, convert_date=True, keep_levels=True)
c=c.reset_index()
b["Goods Export (Current USD)"]=b["Goods Export (Current USD)"]/1000000
b["Goods Import (Current USD)"]=c["Goods Import (Current USD)"]/1000000
b=b.set_index('date')
del b['country']
plt.figure(figsize=(13.5,8))
graph2=sns.lineplot(data=b)
graph2.set(ylabel='Juta USD',xlabel='Tahun')
plt.show()
Di jangka pendek, meningkatkan ekspor bisa jadi sangat sulit, terutama mengingat situasi global yang semakin tidak pasti. Industri andalan Indonesia, pertambangan dan perkebunan, masih lumayan produktif. Namun mengandalkan komoditas agak sulit mengingat harganya sangat fluktuatif. COVID-19 makes it worse.
Kalau begitu, nurunin impor? Sayangnya, menurunkan impor juga tidak ideal. Impor Indonesia sebagian besar isinya adalah bahan baku industri dan barang modal. Bagi perusahaan yang beroprasi dengan memanfaatkan Global Value Chain (GVC), impor bahan baku merupakan hal yang sangat penting untuk berkompetisi di pasar global (alias naikin ekspor). Mungkin ini alasannya impor dan ekspor Indonesia berjalan beriringan. Kita tidak bisa meningkatkan ekspor tanpa meningkatkan impor. Mengurangi impor bisa berbahaya di jangka pendek (karena bahan baku dibutuhkan untuk produksi) dan jangka panjang (karena barang modal seperti mesin dibutuhkan untuk berkembang).
# This one's not using WBdata. I use UNCOMTRADE i used for my other project
import pandas as pd
import seaborn as sns; sns.set()
import matplotlib.pyplot as plt
c=pd.read_csv('data.csv')
c=c.rename(columns = {'Trade Value (US$)' : 'Trade Value (Million US$)'})
c['Commodity']=c['Commodity'].replace({'Capital goods (except transport equipment), and parts and accessories thereof':'Capital goods'})
c['Commodity']=c['Commodity'].replace({'Transport equipment, and parts and accessories thereof':'Transport eq & parts'})
c['Trade Value (Million US$)']=c['Trade Value (Million US$)']/1000000
plt.figure(figsize=(13.5,8))
g=sns.lineplot(x="Period", y="Trade Value (Million US$)", hue="Commodity",data=c)
g.legend(loc='upper left', ncol=1)
<matplotlib.legend.Legend at 0x1be0560a148>
Kembali Indonesia dihadapkan dengan tantangan yang tidak mudah. Saya rasa mengurangi impor bukan jalan keluar yang baik. Yang paling penting adalah memastikan bahwa investasi Indonesia semakin produktif dan menjaga agar kepercayaan investor global tetap tinggi.